Sabtu, 07 April 2018

antara aku, kau dan kenangan kita


Aku mengenalnya lebih dai setahun yang lalu. Mencoba mendekatkan diri karena satu profesi sebagai abdi desa namun hanya berbeda lokasi tugas. Bertemu lebih dari sekal dalam sebulan, bertemu dan berkomunikasi dengan baik membuat keakraban itu semakin intens dan dekat. Segala cerita mengalir bersama waktu yang terus berpacu, segala tawa tercipta diantara tangis dan air mata. Aku menikmati.... sangat menikmati segara perhatian dan kasih sayang yang kuanggap lebih dari sekedar teman, yang kuharap mampu membuatku bisa berjalan seiring dengannya.

Bebrapa bulan dekat, satu kejadian membuat ego kami membuncah, pertengkaran hebat pun tak terelakkan. Segla sedih, segala rasa menyeruak tak terkendali. Berbagai cara untuk meredam.. namun aku kalah dengan keadaan. Ego membuatnya semakin beraktakan. Hari-hari yang terlewati semakin menyiksa, tanpa sapa, tanpa salam, tanpa tatapan apalagi perhatian. Semuanya sirna seiring amarah yang tak terkendali. Aku menyerah.... menyerah untuk memperbaiki segala keadaan yang pernah mati-matian untuk kukembalikan.

Tapi Allah berkata lain, memalui orang2 terkasih mencoba menyatukannya kembali... yang terserak itupun kembali terhimpun, yang awalnya dingin kembali hangat bahkan semakin hangat. Rasa itu pun kembali, kembali menyeruak untuk bertahan hingga memimpikan sebuah masa depan bersama. Rasa yang seharusnya tak ada, rasa yang mestikan mampu dikendalikan dari segala sifat dan sikap yang ku tau tentangnya, tentang hari-harinya, tentang lakunya dan semua tentang hitam putihnya. Namun...
lagi2 aku gagal.. aku tak kuasa memendung segala rasa.  Hingga akhirnya apa yang paling aku takutkan terjadi, dia lebih memilih yang lain dibandingkan aku yang selalu ada di sisinya. Mungkin dia tak menyadarinya, atau hanya menganggap keakraban selama ini hanyalah sebuah pertemanan biasa. Namun, bagaimana dengan mimpi2 itu?? Yang pernah kami bahas disepanjang malam, yang selalu kami ceritakan disetiap waktu bersama.... akan kah hanya sebatas angan bersama?? Atau hanya cerita cinta segitiga dalam film india antara kajol – rahul dan anjeli??

Malam terakhir kami bertemu, kusampaikan segala rasa yang ada . kuutarakan segala apa yang selalu membuatku bertahan disisinya, yang mungkin saja dia tidak tau. Atau pura-pura tak tau. Yang bisa saja dia tidak ingin tau, tapi aku tau jika dia tau akan semuanya. Kulepaskan semua apa yang ada di hati, tanpa berharap apapun selain dari semoga aku lega setelah ini.

Aku sakit, aku patah, aku terserak.. berantakan... entah telah berapa banyak air mata ini jatuh yang tak tertahan, entah berapa banyak waktu yang terbuang untuk meratapi segala rasa yang menyiksa. tak kuasa aku hadapi hari nya.. hari yang membuatnya bahagia dan membuatku jatuh terserak. Aku memilih meninggalkan kota itu dan lari dari kenyataan bahwa semuanya sudah usai, kenyataan pahit itu harus dihadapi dengan segala rasa. Melalui seorang teman kukirimkan lagu “titip cinta” sebagai sebuah ungkapan rasa yang selama ini menggema di raga yang tak mampu ku urai satu per satu.
Aku hanya bisa menangis, tak mampu lagi menahan air mata yang turun ketika pagi itu masih menyempatkan diri untuk video call via WA. Semoga dia bahagia, bahagia dengan segala pilihannya, bahagia dengan dia yang semoga lebih baik dariku. Dan aku harus bisa kembali dari liburan ini dengan lebih baik. Aku tidak ingin kembali mengingat semuanya, aku tidak ingin lagi menangis untuknya.. aku harus kuat dengan segala yang terjadi terhadapku. Mungkin memang ini yang terbaik yang harus aku lalui saat ini.. meski kurasa setengah mati. Mencoba untuk tidak lagi peduli terhadapnya, mencoba untuk semuanya biasa-biasa saja jika akhirnya kami kembali dipertemukan.
Semingu berlalu, rasa yang kupunya tak jua kunjung berubah. Serasa mimpi ketika aku mengingat segala yang terjadi minggu kembali, belum percaya jika saat ini dia telah memutuskan untuk hidup bersama dengan yang lain. Ada komitmen yang kami sepakati jika semuanya tak akan merubah silaturrahmi, jika semuanya tetap akan seperti apa yang terjadi.  Ahh.... aku tak percaya... tetap akan ada beda, tak akan ada lagi kisah telpon hingga subuh, atau duduk dan jalan bersama. Itu pasti, akan ada rasa canggung dengan sendirinya.

Seminggu berlalu, aku tetap dengan aku yang rapuh, yang memcoba bertahan dari hari ke hari, mencoba untuk tidak lagi menitikkan air mata, mencoba untuk tidak lagi membahasnya, mencoba untuk tetap tersenyum dan mencoba bertahan untuk bersembunyi dalam perih.
Semoga kamu berbahagia dengan pilihan hidupmu.... semoga ini yang terbaik untukmu, untukku dan untuk kita... aku masih bingung untuk menentukan arah dan langkahku tentangmu... semoga kedewasaan yang kita sepakati bersama tidk membebaniku dalam menjalani hidup... aku ingin tetap bersilaturrahmi denganmu, meski sebenarnya tidak lah baik, meski sebenarnya justru membuatku semakin sakit dan perih... tapi untuk kehilanganmu saat ini aku belum sanggup. Entahlah.. mungkin rasa yang aku punya padamu sangatlah dalam, asa yang kubina bersamamu membuat aku tenggelam dalam duka yang tak berkesudahan.

Aku pasrahkan segalanya pada Tuhan, tentang aku, tentang kau dan tentang kita. Pun akhirnya kita tetap masih bisa bersilaturrahmi, mungkin itu aladah sebuah kedewasaan, jikapun sebaliknya mungkin itu adalah keputusan Tuhan untuk kebaikan semuanya.
Aku hanya ingin dia tau..  aku tak lagi ingin mempermasalahkan apa-apa yang sudah dibuatnya patah, tak juga mengungkit apa-apa yang terlanjur sakit. Hanya saja yang harus dia tau yang dia mainkan bukan hal yang sepatutnya dipermainkan, apa yang da tinggalkam bukan hal yang mudah untuk kutanggalkan.

Biarkan aku seperti ini.. semuanya aku serahkan pada Sang Pemilik Hidup. Tak ada yang sia-sia didunia, semuanya pasti ada hikmah yang membuat kita bersyukur berada dalam kondisi ini.


Tabir, 07 April 2018 23 :38

Tidak ada komentar: